Looking For Translator?

Tugas Bahasa Indonesia Menulis Cerpen

Gelisah di Antara Pilihan

Tidak terasa bahwa aku telah memasuki babak terakhir menempuh pendidikan di jenjang sekolah pertama. Bagiku waktu telah berlalu begitu cepat. Berakhirnya masa SMP bukan bearti berakhirnya masa pendidikan.
Ujian Nasional, banyak orang yang takut mendengar kalimat UN. Tidak halnya dengan aku dan temanku Ahmad. Ya..... Ahmad. Ia temanku satu bangku selama 3 tahun di SMP, entah kenapa aku bisa sekelas dengan si Ahmad.
Banyak orang yang kesal dengan tingkah lakuku, mulai dari sering ngupil sembarang, tidak pernah berhenti ngoceh, dan sifat-sifat aneh lainnya.  Dan, hanya  beberapa orang yang bisa menerimaku apa adanya. Yaitu Gerry, Arif, Fadli, Jibran, Andi, Rafi, dan Ahmad. Menurutku hanya Ahmah satu-satunya orang yang ku anggap berkesan. Setiap hari kulalui dengan senyuman walau sering kali Aku dan Ahmad bertengkar. Karena jika ada satu kata yang kami ucapkan salah, dari perkataan itu bisa menjadi topik perdebatan diantara kami. Namun, hal tersebut tidaklah membuat pertemanan kami menjadi retak. Tidak hanya perdebatan, tawa dan canda justru lebih sering kami alami. Sampai-sampai suara kami terdengar hingga ketelinga guru yang sedang mengajar.
Kami memiliki rumah yang berlawanan arah. Ahmad pulang ke Plaju, sedangkan aku pulang ke arah Kertapati. Sempat juga masalah pembangunan Fly Over Simpang Jakabaring menjadi penyebab perdebatan yang kami alami. Rumah yang berjauhan bukan sebuah halangan kami untuk menjadi sahabat. Jika malam minggu sering Ahmad mengajak aku dan rombonganku menginap dirumahnya.
Bagiku, waktu berjalan terlalu cepat. Aku dan teman-temanku merasa sedih karena Ujian Nasional sudah didepan mata. Kami tidak takut untuk menjalani ujian, tetapi kamih sedih karena berakhirnya masa SMP dapat membuat kami saling menjauh, karena kami memiliki tujuan masuk SMA yang berbeda.
Ujian Nasional telah didepan mata, dan berlalu begitu saja. Semenjak ujian berlalu, hubungan kami mulai merenggang. Teman- Temanku sudah memiliki pilihan. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing.  Tidakhalnya denganku yang masih bingun dengan pilihan SMA yang akan aku masuki.
Si Jibran ingin melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren di Bekasi, Gerry ke SMA 1, Arif ke MAN 3, Fadli mau masuk SMA Az-zahra dan Ahmad masuk SMA 8. Aku dan Rafi memiliki jalur masuk yang berbeda dari mereka  ber-5. Karena mereka masuk akan masuk SMA melalui jalur tes. Sedangkan aku dan Rafi memilih masuk jalur PMPA. Rafi memilih SMA 3 karena ia berfikir memiliki peluang untuk diterima. Dan aku memilih SMA 10 karena tidak ada siswa yang memilih jalur PMPA ke SMA 10.

Dengan bangganya aku mengumbar-ngumbar bahwasannya aku masuk SMA lewat jalur pmpa. Pada saat aku menyerahkan berkas, awalnya diterima oleh Bu Maya. Tapi, bu Maya terlihat kebingungan dengan pilihan saya. Ia sedikit tercengan dengan pilihanku yang ingin masuk Smanpoel.
Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan oleh bu Maya kepadaku dan aku menjawabnya dengan tenanng. Terakhir bu Maya bertanya “Nif..... jawab sekali lagi. Yakin nian dak kau nak masuk SMA 10??”. Dengan semangat aku menjawab “100% yakin Buk......”. lalu bu Maya langsung menyimpan data-data yang telah kuserahkan kepadanya.
Mungkin karena SMP ku adalah sekolah unggulan, jadi banyak SMA Negeri yang memberikan kuota jalur pmpa ke sekolahku. Aku memilih SMA 10 karena tidak ada siswa yang memilih sekolah itu dengan alasan Smanpul  bukanlah sekolah unggulan dan hanya berstatus Negeri Reguler.
Selepas dari sekolah, dirumah aku memberikan kabar tersebut kepada kedua orang tuaku. Wajar jika mereka  sangat bangga dengan hal yang  telah kulakukan tadi. Karena mereka memiliki pendapat yang sama denganku. Bapak dan Ibuku berpendapat jika aku lulus jalur pmpa, maka aku tidak harus susah payah untuk berjualng lagi pada seleksi masuk SMA. Rasanya sangat bangga karena aku telah mengurangi beban orang tuaku.
Ibuku berkata “sukurlah Nif kau pacak masuk jalur pmpa”. Kujawab “emang ngapo mak???”. “jaman sekarang ni lah gilo.. kalo kito dak punyo pegangan, kito dak bakal lulus masuk negeri. Setau ibu, Sma 10 tuh lah lumayan bagus”. 
Dua hari telah berlalu dari penyerahan berkas jalur pmpa. Hari ini adalah hari terakhir penyerahan berkas. Dua hari bagiku adalah masa-masa yang sangat sulit. Banyak teman yang mencemooh pilihanku. Salah satunya Rahmad “Nif.. madakke kau masuk smanpul. Kautuh alumni spensa”. Aku hanya menjawab “dakpapo mad, lagi pulok akukan masuknyo jalur pmpa. Jadi ati aku dak kelah bedebar-debar nungguke pengumuman”. “yosudahlah dakpapo. Tapi smanpultuh sekolah reguler, sekolah biaso, dakdo unggulan, lah mantep nian apo??”.  Mendengar kata-kata itu aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman.
Dari tampang luar memang aku terlihat bahagia dengan pilihanku. Bagus di luar bukan bearti bagus juga yang didalam. Seketika hatiku seraya mengatakan “cabut bae Nif keputusan kau nak masuk smanpul”.  Desakan hati tersebut semakin membesar karena adanya faktor hasutan dari orang-orang yang ada disekelilingku. Dan banyaknya teman-teman yang baik denganku masuk SMA 3 (SMANTA). Sehingga membuat pendirianku goyah. Dan ingin masuk Smanta.
Disetiap sujud aku terus berdoa kepada-Nya “Ya Allah mantapkanlah hati Hanif...” karena hanya Ia lah satu-satunya tempatku memohon pertolongan. Dalam dua hari tersebut, aku kesana kesini mencurahkan isi hati sekaligus minta pendapat. Pak Maryono guru Konselingku menyarankan untuk tetap memilih SMA 10, karena aku sudah bisa dipastikan menjadi siswa disana, sedangkan di Smanta.... aku masih harus berjuang. Tetapi, pendapat Pak Maryono bertolak bekang dengan pendapat sahabatku Rafi. Ia berkata “Jadi... cubo kau pikirke dalem-dalem.... kalo kau sekolah di SMA 10, tapi hati kau dakdo disano... itu percuma bae Nif. Malahan nambahi beban hati kau bae. Jadi lemaklah kau cabut bae pmpa kau. Kau pilihlah SMA yang  memang cocok di hati kau”  .   “baiklah. Pmpa bakal kucabut, terus aku pilih SMANTA. Terus cak mano dengen kau?? Kau lah mantep belom dengen pilihan kau”.....  “ aku jugo nyesel masukke data aku ke Smanta, soalnyo sepupu-sepupu aku tuh  sekolah di jubel galo. Jadi aku bedoa terus supaya dak lulus pmpa smanta”....
Setelah ku Kudapatkan kemantapan hati, aku langsung menghadap bu Maya untuk melapor bahwa aku mengundurkan diri dari pmpa SMA 10. “Nak apo lagi kau nif??” tanya Bu Maya. Dengan semangat aku menjawab. “Bu, aku nak ngambek data aku. Aku nak masuk Smanta, dak jadi aku masuk Smanpul”.   “yosudah..... tunggu yo. Ibu ambek dulu data kau..... soalnyo ibu jugo lesu nak ngantarke berkas ini ke smanpul. Soalnyo Cuma kau sendirian yang daftar ke SMA 10”.
Selepas dari ruangan bu Maya akupun sujud sukur karena apa yang aku harapkan telah diwujudkan-Nya. Air mata haru terus bercururan. Lalu, kutemuilah si Rafi dan kukatakan bahwa aku akan segera menyusulnya masuk Smanta.
Setelah sekian hari berlalu, dan hari ini adalah hari kelulusan masuk SMA jalur pmpa. Kubuka website SMA 3, ternyata.....  sosok teman yang memotivasiku untuk masuk Smanta dinyatakan tidak lulus jalur pmpa. Jujur aku sangat sedih. Tapi, Rafi sangat bahagia karena ia dapat mewujudkan harapannya untuk masuk SMA 17.
Tepat tanaggal 10 Juni 2015, kami mendaftarkan diri ke masing-masing sekolah yang kami tuju. Setelah mengikuti tes akademik. Perasaanku sangat berdebar-debar menunggu hasil seleksi tersebut. Menunggu hari berganti hingga 29 Juni kurasakan seperti menunggu kucing mengeluarkan tanduk.
Tanggal 29 Juni 2015 adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh siswa yang akan masuk SMA Negeri. Kubuka komputerku, kulihat website pendaftaran, kupilih SMA 3, aku terus mencari namaku, ternyata namaku masuk peringkat 90 Besar. Spontan aku teriak, tangisan haru terulang lagi dan kupeluk sang ibu. Ibuku pun ikut terharu, karena hasil perjuanganku selama ini tidaklah sia-sia. Bukan hanya ingin melihat namaku, aku juga mencari nama-nama temanku yang tersebar di website sekolahnya masing-masing. Alhamdulillah...... semua sahabat-sahabatku diterima di sekolah yang sangat mereka tuju.
Sedihnya bukan main, terpisah dari sahabat hal tersulit yang harus aku alami. Ada pepatah “dimana ada pertemuan, pasti ada perpisahan”. Aku berterima kasih yang sangat besar kepada Allah swt. Berkat petunjuknya melalui Rafi, aku diarahkan kesekolah yang tepat untuk diriku. Persahabatan kami ber-7 telah dibatasi jarak. Tetapi itu tidaklah membuat kami menjauh.
Babak baru dimulai. Setelah melalui Masa Orientasi, aku mendapatkan jurusan Sosial. Aku masuk kelas IPS 1. Dalam perjalananku menuju lantai 3, yaitu letak kelasku berada, banyak orang yang menangis karena tidak bisa mendapatkan jurusan Ilmu Alam. Aku  sih tetap bangga walaupun dijuruskan di Ilmu Sosial, dengan demikian aku akan memiliki jiwa sosial yang tinggi kelak nanti. AMIN!!!!.
Pertama kali aku masuk di IPS 1, aku tak menyangka bahwa ada 45 murid dikelas itu, dalam ekspetasiku murid dikelas itu mentok 32 siswa. Belajar duduk dilantai adalah hal yang baru bagiku, karena aku tidak kebagian kursi dikelas itu. Hal ini hanya berlangsung 2 hari, dihari ketiga, jumlah siswa  IPS 1 drastis menurun karena banyak yang pindah ke IPA. Aku mendapatkan tempat duduk ysng paling depan, dan partner dudukku bernama Prabu. Sekitar hari kelima sekolah, aku mendapatkan sahabat baru, awalnya sih... Cuma sksd, tapi si cewek ini lumayan seru. Namanya Sherla. Panggilannya Lalak.
Aku baru tau kalau hari kedua ia berada dikelasku adalah hari ulangtahunnya. Aku diajak Latansa dan Lovia untuk merayakan ulang tahun Lalak dikostan nya Putri. Semakin hari, jalinan persahabatan kami semakin erat. Pasang Surut pertemanan selalu terjadi diantara kami.
Setahun telah berlalu, kami beranjak kekelas 11,  sejauh ini sifat mereka tetap tidak berubah, aku juga sudah memiliki banyak teman. Pasang Surut pertemanan juga tetap terjadi walaupun kami sudah lama berkumpul, perdebatan canda, tawa, tangis, suka, maupun duka telah kami rasakan.

Selain Lalak, Latansa, Dewinta, dan Prabu, sahabatku juga bertambah seirig berjalannya waktu. Syaipan, Alfat, Sari, Faris, Tita, Deventri, dan Yusida.... mereka lah sahabat-sahabat yang aku dapatkan dari Organisasi yang aku cintai. PRASMANTA.... dikelas juga.. teman baikku juga bertambah.......

No comments:

Post a Comment