Looking For Translator?

Pemetaan Tanah Menggunakan Sistem Taksonomi Tanah

ANALISIS PEMETAAN TANAH MENGGUNAKAN SISTEM
TAKSONOMI TANAH

ABSTRAK
          Taksonomi berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti ilmu pengelompokan. Dalam ilmutanah taksonomi digunkaan sebagai sarana untuk menentukan jenis jenis tanah sesuai dengan karakteristik wilayah persebarannya masing-masing. Tanah digolongkan menjadi 12 ordo secara umum, secara khusus tanah dikelompokkan lagi ke dalam sub ordo, great group, sub group, family, dan seri Taksonomi tanah dibuat oleh beberapa lembaga diantaranya FAO dan USDA, akan tetapi sistem yang dibuat oleh USDA lebih banyak menjadi kiblat klasifikasi tanah Internasional karena dianggap lebih up to date. Ulasan ini dikembangkan untuk membahas klasifikasi tanah berdasarkan sistem taksonomi serta cara dalam penerapannya guna mengelompokkan tanah dalam pemetaan.

Kata kunci : Tanah, Klasifikasi Tanah, USDA, Taksonomi Tanah.

PENDAHULUAN

          Taksonomi tanah adalah sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh USDA (United States Department of Agriculture). Sebagai suatu sistem klasifikasi tanah, taksonomi tanah memiliki kedudukan yang sama dengan berbagai sistem klasifikasi tanah di dunia yang telah kita bicarakan dalam perkuliahan sebelumnya. Namun demikian perlu kita catat disini bahwa taksonomi tanah merupakan sistem yang dikenal dan digunakan secara internasional. Walaupun suatu negara memiliki sistem klasifikasi nasional namun sistem taksonomi tanah tetap digunakan. Sartohadi dkk (2012) menjelaskan bahwa Walaupun banyak negara mengembangkan dan menggunakan sistem klasifikasi tanah nasional 2 masing-masing, tetapi soil taxonomy tetap dipelajari. Bahkan soil taxonomy juga
digunakan sebagai pembanding untuk mengkorelasikan dengan satuan-satuan
tanah yang dimilikinya.

          Brady dan Weil (2008) menjelaskan bahwa taksonomi tanah merupakan sistem klasifikasi tanah yang komprehensif. Taksonomi tanah menyediakan pengelompokan secara hirarki dari tubuh tanah. sistem ini berdasarkan ciri-ciri tanah yang secara objektif dapat diamati dan diukur daripada hanya sekedar berdasarkan pada mekanisme pembentukan tanah. Sistem menggunakan nomenklatur yang unik yang dapat memberikan konotasi definitif dari karakteristik utama tanah. Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar internasional karena tidak berdasarkan pada bahasa tanah nasional tertentu. Sementara itu Sartohadi dkk (2012) menjelaskan satuan-satuan taksonomi tanah USDA merupakan alat komunikasi yang baik karena mencakup berbagai tingkatan skala pemanfaatan mulai dari skala detil hingga global. Sistem taksonomi tanah diterbitkan oleh USDA tahun 1975 dengan judul “Soil Taxonomy, A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Surveys”. 

          Sistem ini terus mengalami penyempurnaan dari buku yang terbit tahun 1975 yaitu dengan diterbitkannya seri buku tahun 1990, 1992, 1994, 1996, 1998 dan terakhir pada tahun 2006. Dalam taksonomi tanah, identifikasi jenis tanah dimulai dari membuat pedon kemudian mengidentifikasi horison diagnostik (epipedon dan endopedon) serta didukung dengan sifat diagnostik lainnya. Gambar 1. Hierarki penanaman tanah dalam sistem taksonomi tanah (Sumber: Brady and Weil, 2008) 

          Taksonomi tanah terdiri dari enam kategori mulai dari kategori tertinggi (global) ke kateogri terendah (detail) yaitu meliputi Ordo, Sub Ordo, Great Group, Sub Group, Family, dan Serie. Pada tingkat ordo terdapat 12 macam ordo tanah yaitu Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisols, dan Vertisols. Faktor pembedanya adalah ada tidaknya horison diagnostik dan atau susunan horison diagnostik serta sifat diagnostik lain yang bukan berupa horizon. Ordo dibagi menjadi Sub Ordo dengan memperhatikan pembatas utama berupa rejim kelembapan tanah dan rejim suhu tanah. 

          Sub ordo adalah bagian dari ordo yang menekankan homogen genesa. Rejim kelembapan tanah dibedakan menjadi lima macam mulai dari yang paling basah ke yang paling kering berturut-turut adalah aquic, udic, ustic, aridic, dan xeric. Rejim suhu tanah dari yang paling dingin ke yang paling panas berturut-turut adalah cryik, frigis, mesik, termik, hipertermik. Semua level suhu tanah tersebut, kecuali cryik, mensyaratkan selisih suhu tertinggi dan terendah 60C. jika tidak ada selisih suhu tersebut maka diberi awalan iso di depan nama masing-masing suhu tanah. Perlu kita ketahui bahwa tidak semua ordo menggunakan kriteria yang sama untuk menurunkan dalam level sub ordo. Ada 4 ordo yang subordonya tidak didasarkan atas kelembapan dan suhu tanah yaitu gelisols, histosols, aridisols, dan entisols. Saat ini ada 53 satuan sub ordo. 

          Sub ordo diturunkan dalam tingkatan great group dengan memperhatikan faktor pembatas yang lebih detail rejim kelembapan dan suhu tanah. Great group adalah pengelompokan sub ordo yang didasarkan atas ada tidaknya horizon diagnostik dan susunan horizon yang terbentuk pada pedon. Great Group tanah dibedakan berdasarkan perbedaan: (1) jenis, (2) tingkat perkembangan, (3) susunan horison, (4) kejenuhan basa, (5) regi suhu, dan (6) kelembaban, serta (7) ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain, seperti: plinthite, fragipan, dan duripan. Tujuan pembuatan artikel ini ialah mempelajari pengertian dan sistem taksonomi, kemudian bagaimana penentuan jenis tanah dalam taksonomi, serta penerapannya dalam pemetaan tanah di suatu wilayah.


CARA PENENTUAN JENIS TANAH DALAM TAKSONOMI

     Dalam mengklasifikasi suatu tanah tertentu, pengguna taksonomi tanah memulai dengan melakukan pengecekan pada seluruh “Kunci Ordo Tanah”, guna menetapkan nama dari ordo pertama, yang berdasarkan kriteria tertulis, sesuai dengan tanah yang diklasifikasi. Langkah berikutnya, adalah mencari halaman yang ditunjukkan, untuk memperoleh “Kunci Subordo” dari ordo yang bersangkutan. Selanjutnya, pengguna secara sistematis mempelajari seluruh kunci untuk mengidentifikasi subordo dari tanah yang diklasifikasi, yaitu pertama dijumpai dalam daftar, semua kriteria yang diperlukan dipenuhi oleh tanah yang diklasifikasi. Prosedur yang sama digunakan untuk mengidentifikasi kelas grup dari tanah yang diklasifikasi, yang terdapat dalam “Kunci Grup” dari subordo yang telah ditemukan sebelumnya. Dengan cara yang sama, mempelajari seluruh “Kunci Subgrup”, pengguna memilih nama subgrup yang tepat, yaitu nama takson pertama yang semua kriteria yang diperlukan telah dipenuhi oleh tanah yang diklasifikasi.

     Dengan cara seperti di atas, famili tanah ditentukan, sesudah nama subgrup ditetapkan. Sebagaimana pengguna akan menggunakan kunci-kunci yang lain di dalam taksonomi ini. Dalam Kunci Ordo Tanah dan berbagai kunci lain yang mengikutinya, horizon dan sifat-sifat diagnostik yang disebutkan, tidak mencakup horizon dan sifat diagnostik lain yang berada di bawah sebarang kontak densik,litik, paralitik, atau petroferik. Sifat-sifat tanah tertimbun dan sifatsifat suatu tutupan permukaan menjadi bahan pertimbangan yang mendasari benar atau tidaknya tanah memenuhi pengertian istilah tanah tertimbun. Taksonomi tanah terdiri dari enam kategori dengan sifat-sifat faktor pembeda mulai dari kategori tertinggi (global) ke kategori terendah (detail), sebagai berikut:

     Ordo: terdiri dari12 satuan. Faktor pembeda pada kategori ordo adalah ada tidaknya horison diagnostik dan atau susunan horison diagnostik serta sifat diagnostik yang lain yang bukan berupa horison. Subordo: terdiri dari 53 satuan. Faktor pembeda adalah pembatas utama dalam pemanfaatan tana[ khususnya untuk kepentingan pertanian. Pembatas utama yang digunakan untuk pembeda dalam kategori Subordo adalah regim kelembaban dan regim suhu tanah. Ada empat satuan ordo yang dibedakan pada kategori Subordo tidak berdasarkan regim kelembaban dan regim suhu tanah, yaitu Gelisols, Histosols, Aridisols, dan Entisols.

         Greatgroup: pada saat ini dikenal 250 satuan. Faktor pembeda pada kategori .Greatgroup adalah faktor pembatas yang lebih detail dibandingkan dengan regim kelembaban dan regim suhu tanah. Ada banyak faktor pembatas yang dapat dipertimbangkan, namun semua faktor pembatas tersebut harus telah meninggalkan ciri morfologis pada profil tanah.

     Subgroup: pada saat ini jumlah satuan tanah pada kategori subgroup masih terus bertambah seiring semakin luasnya penerapan sistem taksonomi untuk pemetaan wilayah-wilayah yang belum dipetakan sebelumnya. Pada kategori subgroup, satuan-satuan tanah dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu: typical, interchange (peralihan ke ordo atau subordo atau Greatgroup yang rain), dan extragrade (kasus penyebab perkembangan khusus yang ekstrem). Famili: jumlah satuan tanah dalam kategori Famili masih terus bertambah. Faktor pembedanya adarah sifat-sifat tanah yang penting untuk pengelolaan tanah baik untuk kepentingan pertanian ataupun keteknikan(engineering). sifat sifat tanah yang sering digunakan sebagai faktor pembeda untuk famili antara lain adalah:  sebaran besar butir, ketebalarn tipe mineral lempung, dan regim temperatur. Seri: jumlah satuan seri tanah masih terus bertambah, di Amerika saja sudah dikenal kurang lebih 12.000 satuan seri tanah. Faktor pembedayang digunakan adalah sama dengan pembeda famili, namun rentang klasifikasi yang
digunakan lebih terperinci.

    Penggunaan jenis-jenis sifat pembeda yang seragam dalam menentukan taksa dalam masing-masing kategori adalah sangat ideal dalam teori klasifikasi. Walaupun demikian dalam klasifikasi tanah hal tersebut sulit dilakukan karena sifat tanah yang sangat beragam dan kompleks. Sebagai contoh misalnya regirn kelembaban umurmya cocok digunakan untuk membedakan berbagai ordo tanah ke dalam subordo kecuali untuk ordo Aridisols dan Histosols. Untuk tanah beriklim kering (Aridisols) regim kelembaban tidak relevan lagi untuk digunakan sebagai faktor pembeda subordo, sehingga digunakan faktor pembeda lain. untuk tanah Histosols yang umumnya selalu tergenang air, regim kelembaban atau pembeda lain yang digunakan untuk membedakan subordo dalam tanah lain iuga dianggap tidak relevan untuk digunakan pada tanah Histosols. Faktor pembeda untuk Histosols pada kategori subordo adalah tingkat dekomposisi bahan organik (fibrist, hemist, saprist).

    Teknik penamaan tanah pada sistem taksonomi harus urut dari kategor ordo hingga seri. Pada setiap kategori pemberian nama juga tidak boleh terbolakbalik karena semua satuan yang ada disusun sedemikian mengikuti logika klasifikasi tahap demi tahap.

PENERAPAN SISTEM TAKSONOMI DALAM PEMETAAN TANAH

         Penyebaran jenis dan karakter tanah di suatu daerah, biasanya disusun dalam suatu bentuk Peta Tanah. Peta ini sangat berguna bagi para petani dan telah disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan langsung (observasi) di lapangan. Para pengambil kebijakan sebaiknya mempertimbangkan pula penyebaran jenis tanah berdasarkan Peta Tanah yang telah dibuat. Peta Tanah dibuat secara berjenjang, misalnya Peta Tanah seluas wilayah kabupaten atau kecamatan (Hasriyanti, dkk, 2016: 12).

       Penampakan wilayah permukaan bumi yang disajikan dalam bentuk peta dapat difungsikan untuk berbagai keperluan, salah satunya ialah untuk keperluan budidaya pertanian. Dengan menggunakan analisis peta, kita akan mudahmenentukan daerah atau wilayah mana saja yang cocok untuk dijadikan lahan pertanian, serta jenis komoditas pertanian apa sajakah yang cocok pula di wilayah pertanian tersebut. Sebagai contoh, untuk menentukan wilayah yang cocok dijadikan perkebunan kelapa sawit, maka sebagai bahan pertimbangan awal diperlukan letak ketinggian wilayah tersebut dari peta topografi atau peta rupa bumi. Apabila ditemukan letak ketinggian antara 400-1000 m dpl, maka sangat cocok untuk dijadikan lahan perkebunan sawit karena pada ketinggian tersebut tanaman holtikultura dapat hidup dan berkembang. Berdasarkan peta jenis tanah

       Kabupaten Enrekang, diperoleh bahwa jenis tanah Kecamatan Cendana adalah jenis tanah Aluvial Hidromorf, dimana jenis tersebut juga dapat dilihat pada sebagian besar wilayah Kecamatan Bungin, Kecamatan Buntubatu, Kecamatan Baraka, dan Kecamatan Curio, serta sebagian kecil jenis tanah tersebut dapat ditemukan di Kecamatan Enrekang dan Kecamatan Maiwa (Hasriyanti, dkk, 2016: 12-

        Jenis tanah aluvial hidromorf ini masih muda, belum mengalami pengembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk tekstur, konsistensi dalam keadaan basah lekat, PH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Tanah aluvial hanya meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum ada diferensiasi horison. Endapan aluvial yang sudah tua dan menampakkan akibat pengaruh iklim dan vegetasi tidak termasuk aluvial. Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 - 6.0), kandungan bahan organik (Hasriyanti, dkk, 2016: 17-18).

       Menurut Sunarko (2007), kesesuaian lahan Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, dan alluvial. Tanah gambut juga dapat ditanami kelapa sawit asalkan ketebalan gambutnya tidak lebih dari satu meter dan sudah tua (saphrik). Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik di tanah yang bertekstur lempung berpasir, tanah liat berat, tanah gambut memiliki ketebalan tanah lebih dari 75 cm; dan berstruktur kuat. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksidengan asam dengan kisaran nilai 4,0 - 6,0 dan ber pH optimum 5,0 - 5,5. 

       Jika melihat pada aspek topografi, sebagian besar wilayah dengan jenis tanah aluvial hidromorf pada ketinggian 400-1000 m dpl dikategorikan sebagai lahan berpotensi cocok untuk perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang (Hasriyanti, dkk, 2016: 16-19).

KESIMPULAN

        Taksonomi merupakan sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh USDA dengan tujuan untuk pemanfaatan tanah pada bidang pertanian. Taksonomi membagi tingkatan tanah kedalam 6 kelas dimana Ordo yang memiliki 12 jenis menempati tingkatan teratas dalam taksonomi. Klasifikasi tanah dibentuk atas dasar usia tanah, unsur-unsur kimia maupun organik yang terkandung serta pengaruh iklim wilayah perkembangan tanah. Sebab, pembentukan tanah sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. USDA menjadi kiblat internasional dalam mengklasifikasikan tanah karena USDA selalu memperbarui sistem klasifikasinya apabila telah terjadi perubahan pada wilayah perkembangan suatu tanah. Sistem taksonomi tanah akanberujung pada pemetaan tanah yang sangat berfungsi bagi petani, pemerintah maupun peneliti dalam melaksanakan pekerjaannya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Hasriyanti, dkk. 2016. Aplikasi Peta Jenis Tanah dalam Mengidentifikasi Lahan
Berpotensiuntuk Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang. Jurnal Pendidikan Geografi. Vol 21. No 1. Hal: 12-
Sartohadi, Junun, dkk. 2013. Pengantar Gegrafi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soil Survey Staff. 2014. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Ketiga, 2015. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Karya tulis Ilmiah


KARYA TULIS ILMIAH

A.    Organisasi Karangan Ilmiah
Secara umum karya tulis adalah karangan yang menyajikan fakta, pemikiran, khayalan, dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi verbal di dalam karya tulis. Bahasa sebagai salah satu sarana menulis yang utama dijadikan ciri utama peradaban manusia.
Kegiatan menulis ditandai oleh cara berpikkir yang kompleks dan abstrak. Melalui bahasa, manusia dipermudah di dalam berpikir, bersikap, dan berimajinasi secara teratut. Kata akan membangun kalimat; kalimat akan membangun paragraf; paragraf akan membangun karangan atau wacana.
Sebuah bacaan biasanya mengandung lebih dari sebuah paragraf (Rusyana, 1984:210) dalam Suryaman (2016:125). Bacaan satu dengan bacaan lainnya memiliki susunan yang berbeda. Terdapat bacaan atau karangan berjenis kisahan, deskripsi, percakapan, bahasan, dan alasan. Menurut fungsinya, bacaan dapat dibedakan atas bacaan yang digunakan untuk menyampaikan informasi yang faktual dan bacaan yang digunakan untuk menyampaikan reka cipta.
Perbedaan tersebut menimbulkan perbedaan dalam penggunaan bahasa. Dalam bacaan informasi, lebih-lebih yang berupa karangan keilmuan, bahasa yang digunakan secara informatif seperti tampak pada penggunaan kata yang referensial atau denotatif, yaitu merujuk langsung pada yang dimaksud, lebih-lebih yang berupa istilah, dan dalam penggunaan bahasa yang menuju ke arah yang abstrak. Pada bacaan rekaan, lebih-lebih dalam sastra yang berupa puisi, kata-kataa digunakan untuk ekspresi, bersifta konotatif sehingga mengandung arti rangkap.

B.    Komponen-komponen Organisasi Karangan Ilmiah
Organisasi karangan ilmiah dalam suatu tulisan pada umumnya sama, yakni meliputi pendahuluan, isi, dan penutup. Pendahuluan meliputi judul, nama penulis, abstrak (untuk karangan ilmiah berupa artikel jurnal) pengantar, daftar isi, daftar tabel, latar belakang masalah, permasalahan, rumusan masalah, dan manfaat. secara rinci, unsur-unsur tersebut dikemukankan pada bagian berikut ini.
1)     Judul tulisan
2)     Nama penulis
3)     Abstrak
4)     Kata kunci
5)     Pendahuluan
6)     Inti tulisan (isi) : teoti, metode, hasil, pembahasna
7)     Simpulan dan ulasan
8)     Ucapan terimakasih
9)     Daftar pustaka
Bagian pertama terdapat pernyataan umum dam atau tesis menjadi ciri utama dalam tulisan ilmah. Bagian isi merupakan inti yang menguraikan gagasan serta argumen pendukungnya. Yang menjadi penciri utama bagian isi adalah argumentasi atau informasi pendukung. Bagian penutup merupakan bagian ringkasan atau simpulan yang diperoleh dari tesis yang didukung argumen pendukungnya.

C.    Artikel Ilmiah
Artikel ilmiah merupakan karangan yang menyajikan permasalahan atau pengetahuan keilmuan dan ditulis menurut permasalahan atau pengetahuan kleilmuan dan ditulis menurut tata cara penulisan tertentu, dengan baik dan benar. Ciri menandainya antara lain:
1)     Isi sajiannya berada pada kawasan pengetahuan keilmuan;
2)     Penulisannya cermat, tepat, dan benar menggunakan sistematika yang umum dan jelas;
3)     Tidak bersifat subjektif, emosional, dan tidak mengungkapkan terkaan, prasangka, atau memuat pandangan-pandangan tanpa fakta dan rasional yang mantap.
Ada tiga jenis artikel ilmiah, yakni (a) artikel ilmiah hasil pemikiran (bukan hasil penelitian), (b) artikel ilmiah hasil penelitian, dan (c) artikel ilmiah populer.
a.      Artikel Ilmiah Hasil Pemikiran
Merupakan tulisan ilmiah yang membahas suatu masalah yuang dikaji berdasarakn pemikiran penulisnya. Artikel ilmiah hasil pemikiran yang dimuat pada majalah ilmiah, umumnya  terdiri dari tiga bagian dengan rincian sebagai berikut:
1)     Bagian Pendahuluan, terdiri dari judul, abstar (Indonesia dan atau Inggris), dan kata-kata kunci;
2)     Bagian Isi, yang terdiri dari permasalahan, uraian teori, dari hal yang dipermasalahkan, uraian fakta dari hal yang dipermasalahkan, diskusi, dan kesimpulan serta saran;
3)     Bagian Penunjang, yang berupa daftar pustaka dan data diri penulis.
b.     Artikel ilmiah Hasil Penelitian
Merupakan hasil penelitian yang dikemas sedemikian rupa, sehingga menjadi sajian yang menarik untuk dinikmati. Gaya penulisannya bukanlah gaya laporan penelitian, melainkan bergaya lentur dan enak dibaca sebagai suatu sajian artikel. Artikel ilmiah hasil penelitian mempunyai bagian yang lebih banyak dibandingkan dengan artikel ilmiah bukan hasil penelitian. Model bagian-bagian artikel ilmiah hasil penelitian bermacam-macam, sesuai dengan gaya selingkung jurnal atau forum ilmiah yang digunakan.pada umumnya bagian-bagian artikel ilmiah hasil penelitian sebagai berikut:
1)     Pendahuluan, terdiri dari judul, abstark (Indonesia dan atau Inggrs),  dan kata-kata kunci;
2)     Bagian Isi, terdiri dari bagian (a) pendahuluan, (b) metode penlitian, (c) hasil penelitian dan pembahasan, dan (d) simpulan dan saran.
3)     Bagian Penunjang, yang berupa daftar pustaka dan data diri penulis.
c.      Artikel Ilmiah Populer
tulisan ilmiah yang disajikan dengan tampilan format dan bahasa yang lebih enak dibaca dan dipahami disebut aartikel ilmiah populer. Tulisan ini sering kita temui pada artikel surat kabar. Meskipun disajikan dengan gaya bahasa dan sajian yang tidak terlalu formal, fakyta yang disajikan harus tetap objektif dan dijiwai dengan kebenaran dan metode berpikir keilmuan.

D.    Kerangka Karya Ilmiah
1.     Judul, umumnya terdiri dari 10 – 12 kata. Judul yang baik mengandung masalah atau variabel yang akan dikaji.
2.     Pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi masalah, oembatasan maslaah, perumusan maslah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian.
3.     Kajian Pustaka, terdiri atas kerangka teoritik, kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis.
4.     Metode Penelitian, berisi jenis penelitian, populasi dan sampel penlitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
5.     Hasil dan Penelitian dan Pembahasan.
6.     Kesimpulan dan saran.

E.     Referensi
Suryaman, Maman dkk. 2016. Bahasa Indonesia. Yogyakarta: UNY Press.

Sejarah Singkat Perkembangan Bahasa Indonesia


Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
(Oleh Dra. B. Esti Pramukti, M.Pd.)
Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahsa resmi di negara kita berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang kita gunakan tersebut merupakan bahasa Melayu tua yang sampai sekarang masih dapat kita selidiki sebagai peninggalan masa lampau. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli, bahkan menghasilkan penemuan bahwa Bahasa Austronesia itu juga mempunyai hubungan kekeluargaan dengan bahasa-bahasa yang dipergunakan di daratan Asia tenggara.
Bukan baru sekarang Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu itu digunakan sebagai bahasa penghubung di beberapa negara Asia Tenggara. Sudah sejak dulu kala, bahasa Indonesia atau bahasa Melayu itu dikenal oleh penduduk daerah yang bahasa sehari-harinya bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya beberapa prasasti yang ditemukan di daerah-daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Tentu saja ada juga ditemukan di daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya sudah menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu. Sejarah perkembangan bahasa ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuo (684 M), Kota Kapur (686 M), Karah Barahi (686 M).
Ketika bangsa Eropa pertama kali datang ke Indonesia, bahasa Melayu sudah mempunyai kedudukan yang luar biasa di tengah-tengah bahasa-bahasa daerah di Nusantara ini. Pigafetta yang mengikuti perjalanan Magelhaen mengelilingi dunia, ketika kapalnya berlabuh di Tidore pada tahun 1521 menuliskan kata-kata Melayu. Itu merupakan bukti yang jelas bahwa bahasa Melayu yang berasal dari bagian barat Indonesia pada zaman itu pun sudah menyebar sampai ke bagian Indonesia yang berada jauh di sebelah timur.
Demikian juga menurut Jan Huygen van Lischoten, pelaut Belanda yang 60 tahun kemudian berlayar ke Indonesia, mengatakan bahwa bahasa Melayu bukan saja sangat harum namanya tetapi juga dianggap bahasa yang terhormat di antara bahasa-bahasa negeri timur. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan orang yang tidak dapat atau tidak tahu Bahasa Indonesia, seperti orang yang tidak tahu dan tidak dapat berbahasa Prancis di Negeri Belanda pada zaman itu. Berarti hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sudah demikian terkenal dan terhormat pada masa itu.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan atau bahasa nasional. Nama bahasa Indonesia tersebut sifatnya adalah politis, karena setujuan dengan nama negara yang diidam-idamka yaitu Bangsa Indonesia. Sifat politik ditimbulkan karena keinginan agar bangsa Indonesia mempunyai semangat juang bersama-sama dalam memperoleh kemerdekaan agar lebih merasa terikat dalam satu ikatan, satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia diikrarkan melalui butir-butir Sumpah Pemuda sebagai berikut :
Pertama    :   Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua       :  Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga       :  Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Pada ketiga ikrar tersebut terdapat perbedaan ikrar antara ikrar ketiga dengan ikrar pertama dan kedua yaitu pada kata mengaku dan menjunjung Ikrar pertama dan kedua menyatakan ”mengaku bertumpah darah yang satu dan mengaku berbangsa yang satu”. Artinya, tanah air dan bangsa kami hanya satu yaitu Indonesia. Berbeda dengan ”menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ikrar ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan dalam mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak berarti bahwa, bahasa daerah dihapuskan. Bahasa daerah tetap harus dijaga dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa. Jadi, sangatlah keliru jika ada warga daerah yang malu menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan diartikan sebagai Bahasa yang digunakan di dalam kegiatan berkomunikasi yang melibatkan banyak tokoh atau masyarakat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Itulah sebabnya bahasa Indonesia memiliki fungsi dan kedudukan sebagai Bahasa persatuan.
Apa sebab justru bahasa melayu yang dijadikan bahasa nasional? Mengapa bukan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah pemakaiannya meliputi hampir seluruh penduduk Indonesia. Juga bahasa yang kesusastraannya sudah maju dibandingkan dengan bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya? Prof. Dr. Slametmulyana mengemukakan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, sebagai berikut :
1.     Sejarah telah membantu penyebaran bahasa melayu. Bahasa Melayu merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan atau Bahasa perdagangan. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa penghubung antara individu.
2.     Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, mudah dipelajari. Tak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau Bahasa Bali, atau perbedaan-pemakaian bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda atau bahasa Jawa.
3.     Faktor psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, semata-mata didasarkan pada keinsafan akan manfaatnya ada keikhlasan mengabaikan semangat dan rasa kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan persatuan.
4.     Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika bahasa itu tidak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat berkembang menjadi bahasa yang sempurna. Pada kenyataannya dapat dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah Bahasa yang dapat dipakai untuk merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan secara jelas.
Prof. Soedjito menjelaskan secara sederhana alasan mengapa Bahasa Melayu yang dijadikan landasan lahirnya bahasa Indonesia sebagai berikut :
1.     Bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca (Bahasa perhubungan) selama berabad-abad sebelumnya di seluruh Kawasan tanah air kita (Nusantara). Hal tersebut tidak terjadi pada bahasa Jawa, Sunda, ataupun bahasa daerah lainnya.
2.     Bahasa Melayu memiliki daerah persebaran yang paling luas dan melampaui batas-batas wilayah bahasa lain meskipun penutur aslinyatidak sebanyak penutur asli bahasa Jawa, Sunda, Madura, ataupun bahasa daerah lainnya.
3.     Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing.
4.     Bahasa melayu bersifat sederhana, tidak mengenal tingkat-tingkat Bahasa sehingga mudah dipelajari. Berbeda dengan bahasa Jawa, Sunda, Madura yang mengenal tingkat-tingkat bahasa.
5.     Bahasa melayu mampu mengatasi perbedaan-perbedaan Bahasa antarpenutur yang berasal dari berbagai daerah. Dipilihnya Bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan tidak menimbulkan perasaan kalah terhadap golongan yang lebih kuat dan tidak ada persaingan antarbahasa daerah.
Sehubungan dengan hal yang terakhir itu, kita wajib bersyukur atas kerelaan mereka membelakangkan bahasa ibunya demi cita-cita yang lebih tinggi, yakni cita-cita nasional. Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda, tepatnya 15 Agustus 1926, Soekarno dalam pidatonya menyatakan bahwa perbedaan bahasa di antara suku bangsa Indonesia tidak akan menghalangi persatuan, tetapi makin luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar, makin cepat kemerdekaan Indonesia terwujud.
Pada zaman Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada 18 Mei 1918 bahasa Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di dalam sidang Dewan rakyat. Sayangnya, anggota bumiputra tidak banyak yang memanfaatkannya. Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hal hasil keputusan penting yaitu bahasa Indonesia menjadi (1) bahasa resmi dan (2) Bahasa pengantar dalam badan-badan perwakilan dan perundangundangan.
Demikianlah ”lahir”nya bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari langit, tetapi melalui perjuangan panjang disertai keinsafan, kebulatan tekad, dan semangat untuk bersatu. Api perjuangan itu berkobar terus untuk mencapai Indonesia merdeka yang sebelum itu harus berjuang melawan penjajah. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan Jepang tidak dapat menggunakan bahasa lain selain bahasanya sendiri. Bahasa Belanda jatuh dari kedudukannya sebagai bahasa resmi. Bahkan, dilarang untuk digunakan. Jepang mengajarkan bahasa Jepang kepada orang Indonesia dan bermaksud menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk digunakan oleh orang Indonesia. Akan tetapi, usaha itu tidak dapat dilakukan secara cepat seperti waktu dia menduduki Indonesia. Karena itu, untuk sementara Jepang memilih jalan yang praktis yaitu memakai Indonesia yang sudah tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat bahwa selama zaman pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan.
Demikianlah, Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan mengembangkan bahasa Indonesia secepat-cepatnya agar pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar. bagi orang Indonesia hal itu merupakan keuntungan besar terutama bagi para pemimpin pergerakan kemerdekaan. Dalam waktu yang pendek dan mendesak mereka harus beralih dari bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia. Selain itu, semua pegawai negeri dan masyarakat luas yang belum paham akan bahasa Indonesia, secara cepat dapat memahami Bahasa Indonesia.
Waktu Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan makin kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di atas, semua peristiwa tersebut menyadarkan kita tentang arti bahasa nasional. Bahasa nasional identik dengan bahasa nasional yang didasari oleh nasionalisme, tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa nasional dapat terjadi meskipun eksistensi negara secara formal belum terwujud. Sejarah Bahasa Indonesia berjalan terus seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya.