Sejarah
Perkembangan Bahasa Indonesia
(Oleh Dra. B. Esti Pramukti, M.Pd.)
Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahsa
resmi di negara kita berasal dari bahasa Melayu. Bahasa
Melayu yang kita gunakan tersebut
merupakan bahasa Melayu tua yang
sampai sekarang masih dapat kita
selidiki sebagai peninggalan masa lampau. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli,
bahkan menghasilkan penemuan bahwa Bahasa Austronesia itu juga
mempunyai hubungan kekeluargaan dengan bahasa-bahasa yang dipergunakan di daratan
Asia tenggara.
Bukan
baru sekarang Bahasa
Indonesia atau Bahasa
Melayu itu digunakan
sebagai bahasa penghubung di beberapa negara Asia Tenggara. Sudah sejak dulu kala,
bahasa Indonesia atau bahasa Melayu itu dikenal oleh penduduk daerah yang
bahasa sehari-harinya bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Hal tersebut dibuktikan
oleh adanya beberapa prasasti yang ditemukan di daerah-daerah yang bahasa
sehari-hari penduduknya bukan bahasa
Indonesia atau Melayu. Tentu saja ada juga ditemukan di daerah yang bahasa sehari-hari
penduduknya sudah menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu. Sejarah
perkembangan bahasa ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti Kedukan Bukit
(683 M), Talang Tuo (684 M), Kota Kapur (686 M), Karah Barahi (686 M).
Ketika
bangsa Eropa pertama kali datang ke Indonesia, bahasa Melayu sudah mempunyai kedudukan
yang luar biasa di tengah-tengah bahasa-bahasa daerah di Nusantara ini.
Pigafetta yang mengikuti perjalanan Magelhaen mengelilingi dunia, ketika
kapalnya berlabuh di Tidore pada tahun
1521 menuliskan kata-kata Melayu. Itu merupakan bukti yang jelas bahwa bahasa Melayu yang
berasal dari bagian barat Indonesia pada zaman itu pun sudah menyebar
sampai ke bagian Indonesia yang berada jauh di sebelah timur.
Demikian
juga menurut Jan Huygen van Lischoten, pelaut Belanda yang 60 tahun kemudian berlayar
ke Indonesia, mengatakan bahwa bahasa Melayu bukan saja sangat harum
namanya tetapi juga dianggap bahasa yang terhormat di antara
bahasa-bahasa negeri timur. Hal tersebut
dapat dibandingkan
dengan orang yang tidak dapat atau tidak tahu Bahasa Indonesia, seperti orang yang tidak
tahu dan tidak dapat berbahasa Prancis di Negeri Belanda pada zaman
itu. Berarti hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia sudah demikian terkenal dan terhormat pada masa itu.
Pada
tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan atau bahasa
nasional. Nama bahasa Indonesia tersebut sifatnya adalah politis, karena setujuan dengan
nama negara yang diidam-idamka yaitu
Bangsa Indonesia. Sifat politik ditimbulkan karena keinginan agar bangsa Indonesia mempunyai
semangat juang bersama-sama dalam memperoleh
kemerdekaan agar lebih merasa terikat dalam
satu ikatan, satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia diikrarkan melalui butir-butir Sumpah Pemuda sebagai berikut :
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami
putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Pada
ketiga ikrar tersebut terdapat perbedaan ikrar antara ikrar ketiga dengan ikrar pertama dan
kedua yaitu pada kata mengaku dan menjunjung Ikrar pertama dan kedua
menyatakan ”mengaku bertumpah darah yang satu dan mengaku berbangsa
yang satu”. Artinya, tanah air dan bangsa kami hanya satu yaitu
Indonesia. Berbeda dengan ”menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ikrar
ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan dalam mempersatukan
bangsa Indonesia. Tidak
berarti bahwa, bahasa daerah dihapuskan. Bahasa daerah tetap harus dijaga dan dilestarikan
sebagai kekayaan budaya bangsa. Jadi, sangatlah keliru jika ada warga
daerah yang malu menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi. Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan diartikan sebagai Bahasa yang digunakan di dalam
kegiatan berkomunikasi yang melibatkan banyak tokoh atau masyarakat
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Itulah sebabnya bahasa Indonesia
memiliki fungsi dan kedudukan sebagai Bahasa persatuan.
Apa sebab justru bahasa melayu yang
dijadikan bahasa nasional? Mengapa
bukan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah pemakaiannya meliputi hampir seluruh
penduduk Indonesia. Juga bahasa yang kesusastraannya sudah maju dibandingkan
dengan bahasa Melayu dan bahasa-bahasa
daerah lainnya? Prof. Dr. Slametmulyana mengemukakan faktor-faktor yang
menjadi penyebabnya, sebagai berikut :
1. Sejarah
telah membantu penyebaran bahasa melayu. Bahasa Melayu merupakan lingua
franca di Indonesia, bahasa perhubungan atau Bahasa perdagangan. Dengan
bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai
Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa
penghubung antara individu.
2. Bahasa
Melayu mempunyai sistem yang sederhana, mudah dipelajari. Tak dikenal tingkatan bahasa seperti
dalam bahasa Jawa atau Bahasa Bali,
atau perbedaan-pemakaian
bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda atau bahasa Jawa.
3. Faktor
psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela menerima bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, semata-mata didasarkan pada keinsafan
akan manfaatnya ada keikhlasan mengabaikan
semangat dan rasa kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan persatuan.
4. Kesanggupan
bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika bahasa itu tidak
mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat
berkembang menjadi bahasa yang sempurna. Pada kenyataannya dapat
dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah Bahasa yang dapat dipakai untuk
merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan secara jelas.
Prof. Soedjito menjelaskan secara
sederhana alasan mengapa Bahasa Melayu
yang dijadikan landasan lahirnya bahasa Indonesia sebagai berikut :
1. Bahasa
Melayu telah digunakan sebagai lingua franca (Bahasa perhubungan) selama
berabad-abad sebelumnya di seluruh Kawasan tanah air kita
(Nusantara). Hal tersebut tidak terjadi pada bahasa Jawa, Sunda, ataupun bahasa
daerah lainnya.
2. Bahasa
Melayu memiliki daerah persebaran yang paling luas dan melampaui batas-batas
wilayah bahasa lain meskipun penutur aslinyatidak sebanyak penutur asli bahasa
Jawa, Sunda, Madura, ataupun bahasa
daerah lainnya.
3. Bahasa
Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya sehingga tidak
dianggap sebagai bahasa asing.
4. Bahasa
melayu bersifat sederhana, tidak mengenal tingkat-tingkat Bahasa sehingga mudah
dipelajari. Berbeda dengan bahasa Jawa, Sunda, Madura yang mengenal
tingkat-tingkat bahasa.
5. Bahasa
melayu mampu mengatasi perbedaan-perbedaan Bahasa antarpenutur yang berasal
dari berbagai daerah. Dipilihnya Bahasa Melayu menjadi bahasa
persatuan tidak menimbulkan perasaan kalah terhadap golongan yang lebih
kuat dan tidak ada persaingan antarbahasa daerah.
Sehubungan
dengan hal yang terakhir itu, kita wajib bersyukur atas kerelaan mereka
membelakangkan bahasa ibunya demi cita-cita yang lebih tinggi, yakni cita-cita
nasional. Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda, tepatnya 15 Agustus 1926,
Soekarno dalam pidatonya menyatakan bahwa perbedaan bahasa di
antara suku bangsa Indonesia tidak akan menghalangi persatuan, tetapi makin
luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar, makin cepat kemerdekaan
Indonesia terwujud.
Pada
zaman Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada 18 Mei 1918 bahasa Melayu
memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda
yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di dalam sidang Dewan
rakyat. Sayangnya, anggota bumiputra tidak banyak yang memanfaatkannya. Masalah bahasa resmi
muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo pada
tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hal hasil keputusan penting yaitu
bahasa Indonesia menjadi (1) bahasa resmi dan (2) Bahasa pengantar dalam
badan-badan perwakilan dan perundangundangan.
Demikianlah
”lahir”nya bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari
langit, tetapi melalui perjuangan panjang disertai keinsafan, kebulatan
tekad, dan semangat untuk bersatu. Api perjuangan itu berkobar terus untuk
mencapai Indonesia merdeka yang sebelum itu harus berjuang melawan
penjajah. Pada
tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan Jepang tidak dapat menggunakan bahasa lain
selain bahasanya sendiri. Bahasa Belanda jatuh dari kedudukannya sebagai
bahasa resmi. Bahkan, dilarang untuk digunakan. Jepang mengajarkan bahasa
Jepang kepada orang Indonesia dan bermaksud menggunakan bahasa Jepang
sebagai pengganti bahasa Belanda untuk digunakan oleh orang Indonesia. Akan
tetapi, usaha itu tidak dapat dilakukan secara cepat seperti
waktu dia menduduki Indonesia. Karena itu, untuk sementara Jepang memilih
jalan yang praktis yaitu memakai Indonesia yang sudah tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat bahwa selama zaman
pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa
pengantar di semua tingkat pendidikan.
Demikianlah,
Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan mengembangkan bahasa Indonesia
secepat-cepatnya agar pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar. bagi orang
Indonesia hal itu merupakan keuntungan besar terutama bagi para
pemimpin pergerakan kemerdekaan. Dalam waktu yang pendek dan mendesak
mereka harus beralih dari bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia. Selain itu,
semua pegawai negeri dan masyarakat luas yang belum paham akan bahasa
Indonesia, secara cepat dapat memahami Bahasa Indonesia.
Waktu
Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan makin kuat kedudukannya.
Berkaitan dengan hal di atas, semua
peristiwa tersebut menyadarkan kita tentang arti bahasa nasional. Bahasa nasional identik
dengan bahasa nasional yang didasari oleh nasionalisme, tekad, dan
semangat kebangsaan. Bahasa nasional dapat terjadi meskipun eksistensi
negara secara formal belum terwujud. Sejarah Bahasa Indonesia berjalan terus
seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya.
No comments:
Post a Comment